![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJP5HoqCzfMxaYmAW9H9QhZdWDYyjTeckwkAk6GcP_HUlAU-L2glcRt6DaSJgkuNmBAclHB7ADpDJqnk2PRXNj2RQC7hyphenhyphentANUlGc6qnYQrZL2GaI662xF0NDoH2rzmN2HgMPa4LnBEdrkM/s200/1138254620X310.jpg)
Hal tersebut
diungkap oleh pemimpin rombongan peneli
ti Geopark Merangin, sekaligus wakil koordinator divisi kebudayaan, Ujang Heriadi di Bangko, ibukota Merangin, Senin. "Dari pendataan kebudayaan masyarakat yang kita lakukan, salah satu yang cukup mengejutkan ada sesepuh desa yang mengaku menyimpan sebentuk naskah piagam kuno warisan nenek moyangnya yang berasal dari Kerajaan Mataram," katanya.
ti Geopark Merangin, sekaligus wakil koordinator divisi kebudayaan, Ujang Heriadi di Bangko, ibukota Merangin, Senin. "Dari pendataan kebudayaan masyarakat yang kita lakukan, salah satu yang cukup mengejutkan ada sesepuh desa yang mengaku menyimpan sebentuk naskah piagam kuno warisan nenek moyangnya yang berasal dari Kerajaan Mataram," katanya.
Ahli waris penyimpan
naskah kuno tersebut adalah H Pudin, yang mengaku tangan keempat yang
mewarisi memegang dan menyimpan naskah tersebut. Ia mengatakan naskah
itu ditulis di atas daun lontar sebanyak tiga rangkaian yang kondisinya
kini sudah sangat usang.
Namun Pudin mengaku tidak mengerti jenis
aksara yang dipakai pada piagam itu, dan tidak pernah mau tahu tentang
isi naskah itu. "Pudin hanya mengatakan, saat diwariskan ayahnya pada
dirinya, ayahnya hanya menyampaikan pesan naskah yang kini hanya
disimpan itu adalah piagam yang isinya menceritakan kalau keluarganya
keturunan Kerajaan Mataram di Jawa yang melakukan perjalanan ke
swarnadwipa (Sumatera)," ujar Ujang.
Karena tidak bisa membaca
aksara yang diduga menggunakan aksara Pallawa ataupun aksara Jawa kuno
itu, selanjutnya selama ratusan tahun helai-helai naskah dari daun yang
sudah usang dan rentan rusak itu hanya disimpan warga di rumah adat dan
dianggap sebagai pusaka yang harus dijaga oleh keturunan warga Desa Air
Batu.
Bahkan, karena lamanya naskah itu disimpan dan tidak pernah
dibuka, kini warga pun sudah tidak ingat lagi rangkaian ritual yang
harus dilakukan saat prosesi upacara penurunan pusaka itu dilakukan.
Pudin
selaku sesepuh desa dan ahli waris hanya mengingat kalau setiap kali
naskah piagam itu akan dibuka harus diawali dengan prosesi pemotongan
hewan kurban berupa kerbau atau sapi atau minimal kambing.
Ujang
mengatakan, Pudin juga menyatakan bahwa lokasi Desa Air Batu sejak awal
didiami oleh nenek moyangnya ratusan tahun lalu, minimal sudah mengalami
tiga kali pindah lokasi dari tempat awalnya yang berada di seberang
sungai dan kini hanya tersisa puing batu pondasi bangunan di tengah
semak hutan dan ladang masyarakat.
Lokasi yang sekarang adalah
lokasi terakhir didiami sebagaimana yang diwangsitkan melalui mimpi oleh
leluhur mereka. Menurut Ujang, bahkan tim peneliti yang ingin mengecek
keberadaan naskah piagam kuno itu tidak mendapatkan izin sebelum
melakukan prosesi pemotongan hewan kurban dan juga warga sudah tidak
tahu rangkaian proses yang harus dilakukan untuk membuka naskah itu.
"Kita
harus menunggu sampai tokoh adat dan tetua desa berembuk dan memutuskan
langkah berikutnya, Kita harus menghormati ketentuan warga desa,"
katanya.
Sangat penting untuk melihat kondisi nasakh itu apakah
masih utuh atau sudah remuk rusak, pihaknya masih menunggu hingga warga
siap.
http://oase.kompas.com/read/2012/04/30/19560249/Warga.Simpan.Naskah.Kuno.Peninggalan.Mataram
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda